Elina topik 2
KEJAHATAN KORPORASI
TERHADAP BURUH
![](file:///C:\DOCUME~1\anggi\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image002.jpg)
Disusun Oleh :
Ronny Agustri Maulana – 01215155
UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pada masa reformasi saat ini
telah banyak perubahan yang terjadi pada negara ini. Perubahan tersebut banyak
terjadi dari berbagai aspek kehidupan dan kenegaraan. Hal tersebut memiliki
berbagai penafsiran yakni pada perubahan kearah yang lebih baik atau kepada
suatu penurunan dari kualitas hidup dan bernegara. Masalah-masalah yang dewasa
ini makin banyak di alami negara kita merupakan salah-satu contoh yang dapat
menafsirkan adanya perubahan kearah yang lebih baik atau sebaliknya.
Hampir disemua negara saat
ini, masalah ketenagakerjaan atau perburuhan selalu tumbuh dan berkembang, baik
di negara maju maupun berkembang, baik yang menerapkan ideologi kapitalisme
maupun sosialisme. Hal itu terlihat dari selalu adanya departemen yang
mengurusi ketenagakerjaan pada setiap kabinet yang dibentuk. Hanya saja
realitas tiap negara memberikan beragam problem riil sehingga terkadang
memunculkan berbagai alternatif solusi. Umumnya, negara maju berkutat pada
problem ketenagakerjaan yang berkait dengan ‘mahalnya’ gaji tenaga kerja,
bertambahnya pengangguran karena mekanisasi (robotisasi), tenaga kerja ilegal,
serta tuntutan penyempurnaan status ekonomi, sosial bahkan politis. Sementara
di negara berkembang umumnya problem ketenagakerjaan berkait dengan sempitnya
peluang kerja, tingginya angka penganguran, rendahnya kemampuan sumber daya manusia
tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah, jaminan sosial nyaris tidak ada. Belum
lagi perlakuan penguasa yang merugikan pekerja (buruh), seperti perlakuan
buruk, tindak asusila, penghinaan, pelecehan seksual, larangan berjilbab
dan beribadah dll.
Mekanisme Hubungan Industrial
Pancasila (HIP) yang diterapkan selama ini juga banyak mengalami kegagalan. HIP
yang menekankan hubungan kemitraan berasaskan kekeluargaan, cenderung
untuk mengikat kesetiaan buruh dengan dalih kesetiaan pada ideologi. Pada pelaksanaannya
HIP justru telah mengebiri berbagai hak kaum buruh, lebih memenangkan
kepentingan pengusaha.
Hal tersebut diatas dapat
digambarkan bahwa banyak permasalahan di negara ini khususnya mengenai
ketenagakerjaan. Di sini penulis beranggapan bahwa masalah yang timbul mengenai
ketenagakerjaan sangat berhubungan sekali dengan perusahaan yang memperkerjakan
para kaum buruh. Hasil didapatkan adanya sangkaan perbuatan hukum yang
dilakukan pada kaum buruh adalah berasal dari suatu korporasi sebagai perusahaan
yang memperkerjakan. Oleh karena itu perlu adanya identifikasi lebih khusus
mengenai kejahatan korporasi yang di lakukan oleh korporasi terhadap kaum buruh
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana alasan dan motif kejahatan korporasi yang di lakukan terhadap kaum
buruh?
2. Bagaimana
penanggulangan kejahatan korporasi terhadap kaum buruh?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alasan dan Motif Kejahatan Korporasi yang
Dilakukan Terhadap Kaum Buruh
Guiding Principle of Crime Prevention and Criminal Justice in the
Context of Development and a New International Economic Order yang
dihasilkan kongres PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) Ketujuh pada tahun 1985 di
Milan Italia, mengingatkan perlunya perlindungan khusus terhadap bentuk-bentuk
kelalaian (yang dapat terjadi dalam aktivitas korporasi) yang bersifat kriminal
dalam bidang kesehatan masyarakat (public health), kondisi atau
pesyaratan keamanan tenaga kerja (labour conditions), eksploitasi
sumber-sumber alam dan lingkungan (exploitation of natural resources and
environment), serta persyaratan pengadaan barang dan pelayanan konsumen (the
provision goods and services of consumers). Peninjauan kembali atas
perbuatan yang dinyatakan dilarang dan merupakan tindak pidana korporasi
merupakan hal yang perlu karena perubahan nilai-nilai menyebabkan sejumlah
perbuatan yang sebelumnya merupakan perbuatan yang tidak dicela dan tidak
dituntut pidana berubah menjadi perbuatan yang harus dicela dan dipidana.
Kejahatan korporasi terhadap buruh atau tenaga kerja adalah yang berupa
perbuatan-perbuatan yang mengabaikan keamanan dan keselamatan kerja buruh,
karena itu berarti mengabaikan apa yang menjadi kepentingan dari para buruh
yang bersangkutan. Buruh yang setiap hari bekerja dalam lingkungan kerja
tertentu, dengan debu yang berterbangan, asap pengecoran dalam produksi yang
selalu dihirup, suara gemuruh dari mesin-mesin penggilingan dan sebagainya,
dalam waktu tertentu akan menimbulkan penurunan kualitas kesehatan buruh.
Perhatian mengenai lingkungan kerja atau ruang kerja dalam hubungannya dengan
kesehatan dan keselamatan buruh dalam menjalankan kegiatan produksi suatu
perusahaan, bukanlah hal yang dicari-cari. Sebab, dalam kegiatan produksi,
gangguan kesehatan dan atau kecelakaan setiap saat dapat terjadi, yang dalam
hal ini disebabkan oleh bahan-bahan bakar yang digunakan, mesin-mesin yang
digunakan dan proses pengolahan serta faktor-faktor penyebab lainnya. Hal ini
sengaja dikemukakan atas dasar pertimbangan sebagai berikut (Hardjasoemantri,
1988:309) : (a) setiap tenaga kerja (buruh) berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional, (b) setiap orang lainnya
yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya dan (c) setiap sumber
(bahan) produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dari segi peraturan perundang-undangan, sebenarnya sudah cukup banyak
aturan-aturan yang memberikan perlindungan kepada buruh. Namun masih banyak
perusahaan-perusahaan (korporasi) yang tidak menghiraukan akan keamanan dan
keselamatan kerja buruhnya. Hal ini bisa merupakan kesengajaan atupun kealpaan
korporasi. Apabila hal ini merupakan kesengajaan, tentunya dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Berdasarkan penjelasan materi di atas peluang kejahatan yang di lakukan
oleh pihak korporasi adalah bersifat ke alpaan dan efek dari pekerjaan buruh
tersebut. Lebih dalam penulis membahas tentang kejahatan yang mungkin bisa
secara langsung mengakibatkan kerugian pada kaum buruh. Menurut penulis di sini
justru lebih pada identifikasi dari pihak korporasi yang bersifat sebagai
tindak pidana yang di lakukan oleh pihak yang memiliki jabatan di atas kaum
buruh atau bisa sebagai pemilik perusahaan. Sebelum mengarah pada hal tersebut
penulis ingin menerangkan tentang pengertian serta faktor-faktor yang ada pada
kejahatan oleh pihak-pihak tersebut. Seperti halnya sebagai berikut :
Ciri-ciri White
Collar Crime (WCC):
1.
Dampak kejahatan yang luas
2.
Dilakukan oleh oknum-oknum pejabat/orang terpandang
3. Implementasi
kejahatan dengan mnggunakan jabatannya
Faktor-faktor:
1.
Sikap untuk pejabat atau orang terpandang yang lemah
2. Kurangnya sarana
kontrol atau pengawasan dari pemerintah
3. Diabaikannya
profesionalitas serta etos kerja
4. Rumitnya sistem
birokrasi
5. Penegakan hukum
yang sempoyongan
6. Carut-marutnya
hukum serta intervensi politik dan kepentingan
Adanya WCC pada kejahatan
korporasi terhadap buruh yang dampaknya secara langsung dapat di lihat pada UU
No. 3 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal 53 yang menyatakan bahwa,
“Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan
perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha”. Jika
di hubungkan dengan pasal 55 yang menyatakan, “Perjanjian kerja tidak dapat
ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak”. Menurut
hemat penulis kedua pasal tersebut justru memberikan peluang kepada pihak
pengusaha untuk melakukan kejahatan terhadap buruh dengan motif campur-aduk
hukum serta intervensi politik dan kepentingan. Dilihat dari adanya peluang
yang disebabkan akbat pemberian tanggung jawab penuh atas segala hal dalam
pelaksanaan pembuatan perjanjian hubungan kerja pada pihak pengusaha sehingga
dapat menyebabkan penyelewengan.
Untuk dapat mengatasi hal
tersebut maka perlu adanya penanggulangan untuk melakukan kejahatan terhadap
buruh secara intensif. Oleh karena itu penulis akan lebih lanjut untuk
memberikan penanggulangan secara jelas dan gambling.
B. Penanggulangan Kejahatan Korporasi
Terhadap Kaum Buruh
Agar penanggulangan kejahatan korporasi dapat berhasil, maka upaya yang diambil
harus mendasarkan pada anatomi atau karakteristik kejahatan korporasi itu
sendiri.
Pasal 5 ; Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan
yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal 40 ayat 1 : Perluasan kesempatan kerja di
luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan
berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia dan teknologi tepat guna.
Pasal 55 : Perjanjian kerja tidak dapat ditarik
kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
Pasal 53 : Segala hal dan/atau biaya yang
diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan
menjadi tanggung jawab pengusaha.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian kasus diatas maka
dapatlah ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
a) Campur-aduk hukum
serta intervensi politik dan kepentingan merupakan motif kejahatan korporasi
yang dilakukan kepada buruh disebabkan akbat pemberian tanggung jawab penuh
atas segala hal dalam pelaksanaan pembuatan perjanjian hubungan kerja pada
pihak pengusaha sehingga dapat menyebabkan penyelewengan.
b) Penanggulangan
kejahatan korporasi yang dilakukan terhadap buruh dapat dilakukan dengan berapa
cara yakni:
I.
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan.
II.
Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan
kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna.
III.
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas
persetujuan para pihak.
IV.
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian
kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
B. SARAN
A. seyogyanya kepada pemerintah
dapat melaksanakan serta memberikan sanksi kepada perusahaan yang melakukan
pelanggaran terhadap kepentingan daripada buruh itu sendiri.
B. Kepada setiap
perusahaan agar dapat memperhatikan nasib buruh lebih baik dan juga mentaati
aturan-aturan normative yang tertuang di dalam undang-undang no 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Setiyono.2005. Kejahatan Korporasi. Malang, Bayu Media
Undang-Undang
no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Komentar
Posting Komentar